HK is for Hadi Kuncoro

My photo
A Friend, Husband & Father! Time is always change and so does the world! House of Changes by HK is there to partner with you to share, brainstorm and dreams. We build a new pardigm for a better life and society. I do invite you to encourage ourself to lead the changes! Hadi Kuncoro

Tuesday, February 22, 2005

Haruskah kita menjadi sangar ?

+ "Baik kalo begitu, kita ngobrol sebagai dua pria dewasa dan bukan antara bapak dan anak lagi"
- "Okey, terima kasih Pak" begitu jawabku tegas atas tawaran dari bapakku mengenai bagaimana seharusnya cara kita berkomunikasi antara satu dengan yang lain.
Percakapan tersebut pernah terjadi sekitar di pertengahan tahun 1990-an, pada saat perjanjian perdamaian antara aku dan ayahku yang hampir dua tahun tidak berkomunikasi satu dengan yang lain karena gengsi dan egoisnya masing-masing.

Flash back kebelakang mengenai permasalahan yang terjadi adalah karena sebagai anak laki satu-satunya bapak menilai aku tidak bertanggung jawab atas pilihan hidupnya sendiri memilih universitas yang asal-asalan pada saat UMPTN, sehingga aku muda mengajukan mogok kuliah. Menurut bapaku, Aku adalah tipe manusia pecundang. Bahkan pada saat berita keterimanya aku di UMPTN dulu, ayahku merespon melalui telpon dengan sangat bloon dan culun : "Universitas apa itu ? dimana ?", "Ooooh....", "Terserah kamu mau diambil atau tidak ?"

Ayahku termasuk orang tua jaman baheula yang menerapkan disiplin tinggi, jaga wibawa, kadang main fisik. Yah...yah agak-agak tipe feodal. Namun dari semuanya itu, buah dari hasil cara pendidikan bapakku sangatlah terasa manakala aku menginjak usia dewasa dan harus menjalankan kehidupanku yang mandiri. pengalaman-pengalaman didikan keras dulu sangatlah terngiang dalam benakku sepanjang hidupku, seperti contoh ;
1. Pada saat TK (Taman Kanak-Kanak) aku pernah diikat di pohon depan rumah dan disabet pake sebatang lidi (bukan sapunya lho) karena ketahuan merokok sisa puntung rokok bapaku sendiri,
2. kelas 3 SD di sabet pake sendal kulit jawa (belinya di pasar Bringharjo) dan disuruh tidur dan dikunci di kamar mandi semalam suntuk gara-gara aku tidak mau minum obat cacing yang jaman baheula warnanya hitam dan baunya a'udzubillah,
3. SMP kelas 2 wajib les tenis lapangan setiap jam 2 siang 3 kali seminggu dan setiap latihan Hari Minggu bapaku lebih pelatih dari pada pelatihnya sendiri, pemanasan lari keliling lapangan, push up, sit up dll, pokoknya dilarang menyentuh raket sama sekali hingga aku pingsan dengan sukses,
4. SMP kelas 3 di hukum tidak boleh bawa kendaraan baik sepeda, motor maupun mobil dan wajib naik angkutan umum karena aku menabrakan mobil bapaku ke tembok pager rumah sebelah,

Hal yang paling berkesan adalah hukuman fisik terakhir dari bapaku, yang terjadi pada saat aku SMA kelas 2 gara-gara pinjam mobil untuk apel namun sayang aku terlambat pulang dan tiba di rumah.
+ "Dari mana Kamu ?" tanya bapakku sangar

- "Rumah temen Pak,Bapak jadi pergi ke Bandung?"tanyaku polos
+ "Jam berapa ini ? tampang Bapaku tambah garang
- "Jam 12 Pak" aku mulai ndheregdheg dan ketambahan malu karena di ruang tamu teman-teman kantor bapak yang mau pergi ke bandung juga mulai melihat kejadian anak dan bapak di depan garasi mobil
+ "Jam berapa ?" bentakan tambah meninggi sambil menyodorkan jam tangannya
- "Jam 12 Pak"
+ "Jam berapa tepatnya ?" Bapak sudah mulai berkacak pinggang
- "Jam 12 lebih 2 menit Pak" aku semakin menundukkan kepala
+ "Jam berapa kamu janji pulang ?"
- "Jam 12 Pak"
+ "Jadi ?"
- "Saya terlambat 2 menit pak dan sudah tidak menepati janji" PLAK...PLAK...pipi kiri dan kanan menerima hadiah sama rata.

Begitulah kira-kira tipe pendidikan Bapakku pada masa aku kecil dan remaja dulu, yang sangat jarang sekali aku temui tipe sejenis diterapkan oleh orang tua jaman sekarang termasuk diriku sendiri. Pendekatan pendidikan sekarang adalah demokratis dan komunikatif sementara dulu adalah tipe feodal top down.
Jaman aku kecil sepertinya Bapak adalah figur sangar yang ditakuti, dan sepertinya ini pun berlaku bagi temen-temen seangkatanku dulu. Anda punya cerita masa kecil ? sok atuh sharing.

Tapi aku berterima kasih atas pola pendidikan tersebut, tanpa pola pendidikan itu mungkin aku tidak menjadi yang seperti sekarang ini.
Nah Ulel sayang Ayah sudah tidak akan pake sistem cetar-cetar lagi kayak eyang dulu, jadi Ulel halus jadi anak baik yah.

salam
h@di tea EUY!!!

No comments: