HK is for Hadi Kuncoro

My photo
A Friend, Husband & Father! Time is always change and so does the world! House of Changes by HK is there to partner with you to share, brainstorm and dreams. We build a new pardigm for a better life and society. I do invite you to encourage ourself to lead the changes! Hadi Kuncoro

Thursday, May 26, 2005

Beauty is Painful

"Jeng, gimandang kalo eik bikin yang new look ?"
"Emang, Wince mo bikin potongan kayak apa sih ?" begitu seorang lady bertanya balik pada si hair stylist di salon franchise terkenal
"Pokonya, eik bikin pangling deh boo...."
"Ya udah terserah, yang penting ada gaya berombaknya....yah"

hampir dua jam saya dan isteri nungguin tuh lady genit di salon itu. Hampir saja saya frustasi dan marah-marah, kalo isteri nggak ngotot nyuruh saya harus dicukur hari itu juga, dengan berbagai alasan.
Ya, semenjak menikah setiap dua bulan sekali saya dipaksa dan digeret-geret oleh isteri untuk dicukur di salon tersebut karena hair stylistnya memang sudah menjadi langganan isteri dan wedhok tenanan. Pada awalnya saya sangat resisten untuk dicukur di salon, karena :
- Gue geli dipegang-pegang ama bencis
- Mahal
- Emang gue cowok apaan
- Buang-buang waktu
- Cukur Mang Utjoep atau Madura lebih kekeluargaan
- etc....

Tak kuasa menanti terlalu lama, akhirnya ada satu hair stylist "Lanang tenanan" selesai menjalankan tugasnya. Yo wis, no choice, saya perintahkan untuk meminta dia untuk mengurusi rambut di kepala saya (bukan rambut yang ditempat lain yah), walaupun saya tahu dia belumlah menjadi senior hair stylist. Seraya kepala saya dipegang-pegang memulai proses pencukuran kami bertiga bergosiplah tetang si lady tersebut.

+ "Mas, kalo ditata model rambutnya si embak itu apa namanya ?" begitu tanyaku
- "Oh, itu gaya di ombak dan terus di blow, wah dia mah hampir tiap minggu kesalon Mas"
+ "Emang gaya rambut kayak gitu kuat sampe seminggu yah ?"
- "Ya nggak sih Mas, paling juga besok udah kusut kucai lagi" begitu jelas si Mas Kang cukur
+ "Tapi bisa juga sih kuat seminggu, kalo dia nggak mandi besar, kalo dia tidurnya sambil duduk dikursi, trus suaminya nggak jahil ngelus-ngelus rambutnya ah... yang pasti dia itu sengsara sekali hidupnya yah ?"
- "Ah...si Mas bisa aja, ngomong-ngomong mo diapain nih Mas rambutnya ?" sambil cengengesan
+ "Mo gaya rambut, saya bisa tidur nyenyak dan bisa mandi aja deh...."

tak dinyana yang tadinya diam saja, isteriku menyambar dengan pertanyaan
"Jadi Ayah, nggak suka yah kalo Bunda cantik kayak si mbak itu ?"
"Weits...nanti dulu, emang siapa yang bilang si Lady itu cantik ?" begitu kilah ku....

Si Mas Kang cukur (hair stylist : bahasa kerennya), rampung sudah merapihkan rambutku, dan dia bawa kaca bunder jimatnya sambil memperlihatkan bagian belakang kepalaku.
"Segini cukup Mas ?" Si Kang cukur mempertanyakan hasil kerjanya
"Okey lah...saya percaya ama Masnya, toh saya ndak bakalan rubah jadi kayak Anjasmara kok"
"Loh, nggak gitu Mas...kali masnya ngerasa kurang rapih atau kurang pendek gituh ?"
"Ya udah kalo gitu saya kasih komentar deh, potongannya kependekan nih Mas...bisa nggak dibikin panjangan lagi sedikit ?" balasku iseng sekenanya
"Hehehehe...Mas ini bisa aja...."

Dalam hati saya bergumam :
"Lha gimana bisa gue liat rapih apa nggak, wong kacamata gue juga nggak dipake kok pasan tadi disuruh ngeliat. Dasar semprul!"

Moral messagenya adalah :
Aku ini cantik atau ganteng bukan karena rambut, tapi karena aku memang tampan dari sononya.
salam
hadi tea EUY!!!

Tuesday, May 03, 2005

Bersakit-sakit Dahulu Tercengang Kemudian


"Berapa Sus semuanya ?"
"Enam ratus enam puluh tujuh ribu rupiah Pak" begitu jawab suster
"Alah siah mahal pisan... apa aja itu teh ?" masih belum percaya karena minggu kemarin hanya habis sekitar tiga ratus ribuan
"Copot dan pasang, trus harga alat dan obat-obatan" Papar suster yang baik hati itu
"Huaaa, pake acara copot dan pasang segala harga break down-nya yah ?
"Iya Pak"
"Motor saya kalo lagi service harga bongkar sudah dengan harga pasang loh" sambil menyodorkan kartu hutang ajaib saya dengan enggan
"Lho inikan poliklinik kebidanan Pak, bukan bengkel" tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gemulai

Begitulah sering kita terperanjat manakala kita berurusan dengan bayar membayar di rumah sakit atau di dokter. Tapi bukan mahalnya biaya kesehatan yang akan saya ungkapkan di sini tapi tata laksana dokter dalam berhitung bisnis.

Di atas adalah ilustrasi tatacara perhitungan biaya memasang alat kontrasepsi berupa spiral atau we called it with IUD (Ikune Ucul Dadi : alatnya lepas pasti jadi; Red). Hanya karena rahim seorang wanita menolaknya atau mungkin juga karena cara memasangnya yang salah kemudian dokter menyatakan :
"Aduh ini gagal nih, harus di ulang lagi atau mau istirahat dulu ?"
"Maksud dokter bagaimana ?"
"Iya pemasangan minggu lalu spiralnya sudah tidak pada tempatnya dan gagal" begitu jawab sang Bu dokter.
"Trus harus bagaimana dokter ?"
"Ya di lepas dan dipasang yang baru"
"Euleuh siah..."

Break down reciept menunjukan :
Jasa dokter melepas : 200 ribu
Jasa dokter memasang : 200 ribu
Alat KB-nya : Tidak sampai 100 ribu
Obat-obatan : Tidak sampai 100 ribu
Service charge rumah sakit : tidak sampai 100 ribu
sisanya obat-obtan bebas lainnya.

Beberapa bulan yang lalu di rumah sakit yang sama, dibagian poliklinik gigi. Setiap minggu aku harus bolak-balik karena gigi sebagai obyek pencabutan ditumbuhi polip, thus menurut anjuran dokter gigi yang genit itu polipnya harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara di suntik sebelum dilakukan pencabutan. Berulang hingga 4 kali, tapi sangat menakjubkan, kali ini dokternya geulis, eh.... baik ding. Memberikan gratis tanpa bayar untuk pertemuan ke 3 pada post jasa dokter specialist, tapi karena saya berminat untuk membersihkan gigi maka break down-nya menjadi :
jasa dokter specialist gratis
kerik gigi kiri atas nomer 3, 40 ribu
kerik gigi atas nomer 2, 40 ribu dan seterusnya hingga total menjadi 400 ribu lebih.

Kalo memang tata cara perhitungan biayanya akan selalu menjadi begitu, yang kaya raya adalah mungkin dokter kulit dan kelamin, pasti break downnya adalah
jerawat Dim 2 mm di atas kening 10 ribu
jerawat Dim 1 mm di bawah bibir 10 ribu
kutil di atas alis 3 X 25 ribu
bintik di mata kiri 2 X 30 ribu (itu mah ke dokter mata seharusnya, karena pasti bintitan)
ngelupasin kulit mati 5 ribu per mm persegi
komedo di hidung 20 X 7 ribu, belum komedo ditempat lain
scrub seluruh wajah 250 ribu
ngelap kering wajah 100 ribu
dan seterusnya hingga bergulung-gulung calculation roll sheet dari cashier machine.

Mari kita berandai-andai bahwa pelayanan jasa kesehatan ini bisa seterbuka dan se-fair dalam persaingan bisnisnya. Misalnya dengan cara setiap rumah sakit harus memampangkan seluruh harga services dan handling kesehatan bagi pasiennya seperti layaknya di warung makan pinggir jalan, sehingga pasien bisa mencatat dan membandingkan dengan rumah sakit sebelah untuk mendapatkan efective price. Atau bahwa rumah sakit atau dokter harus mau mengirimkan quotation ke setiap pasiennya sebelum pasien itu memutuskan rumah sakit atau dokter mana yang akan dipilih.

Toh, sebetulnya jasa dokter itu menurut saya tidaklah berbeda dengan jasa montir di bengkel. Yang membedakan keduanya menurut temen saya Priyadi, bahwa kalo dokter mereparasi pasiennya dalam kondisi hidup sementara montir meraparasi motornya dalam kondisi mesin mati.
Kalo memang dokter selama reparasi itu bisa melakukannya dalam kondisi mati, mungkin bisnis dokter bisa ditingkatkan ke level mass production dengan system kanban atau ban berjalan..... huh...non sense.

Moral message dari tulisan ini adalah Mari kita hidup sehat, karena sakit itu mahal.

salam
h@di tea EUY!!!

Monday, May 02, 2005

SSU..SU..atu waktu dikala bergunjing

"Apa liat-liat ?" jerit seorang wanita melototi diriku
"Idiih siapa yang liatin situ ?"
"Lha itu matanya jelalatan ke bagian yang nggak sopan ?" seraya wanita itu menutupi bagian depan tubuh atasnya dengan risi
"Lha ya nggak apa-apa toh ?" sambil meringis menahan malu
"Emang kalo situ plototin kayak gitu, bisa lepas apa tutupnya ?"

Hwataw........
Hebat juga saya kalo ngeliatin gitu terus lepas penutup auratnya...ah.... ngayal...stop ! stop !
Jadi inget acara memang sulap memang sihir....

Suatu siang yang lain, disebuah kerumunan obrolan para buruh kapitalis sembari melepas lelah di waktu lunch.
"Hey hati-hati yah Bu, jangan keseringan naik bajaj"
"Emangnya kenapa ? kan aku sudah nggak hamil lagi" begitu jawab rekan wanita kami yang baru saja melahirkan seorang putri pertamanya
"Nggak apa-apa, takut ASI-nya nanti jadi milk shake kalo kebanyakan naik bajaj"
"Hehehe...kurang ajar lo yah...."

Suatu malam, aku dan isteriku sedang memulai ritual melepas lelah sepulang kerja.
"Yah, udah baca koran hari ini ?"
"Belum, emang ada berita apa ?" begitu jawabku sambil lalu
"Pangeran Charles keracunan loh..."
"Haa... emang abis makan di warteg mana ?" tanyaku sambil cengengesan
"Bukan abis makan, tapi keracunan susu basi"

Suatu pagi dengan putri semata wayangku
"Ayah, Minum cucunya yah!"
"Nggak mau" jawabku tegas sambil menggelengkan kepala
"Napa Yah, enak ok"
"Nak susu itu dari induk sapi untuk anak sapi, bukan untuk anak manusia"
"Telus..."
"Kalo ayah lebih suka wadahnya susu aja"
"Gerrr.....Hemmmm...." anakku bingung....

Beratus tahun yang lalu banyak sudah guyonan dan lawakan terjadi hanya karena sebuah bagian tubuh wanita, begitu kurang ajarnya para pria di muka bumi ini, karenanya.
Begitu pula kah sekumpulan wanita ketika mereka sedang berkumpul dan berguyon sesama wanita terhadap pria ?

Mohon maap kepada para wanita, ini hanyalah sekedar tulisan selepas kerja sambil menunggu waktu macet...

salam
h@di tea EUY!!!

Anak Kecil Itu......


Ini si Aurel yang sudah bisa marahin dan ngelawan ayahnya.....
Liat itu tatapan dan senyumnya jail sekali....
kalo Ulel lagi ngakak
"Emang lagi baca apaan sih Nak ?"

Ayah nih lagi marahin apa lagi ngajarin berhitung ?
"Ini Satu Nak"
"Iiih Geli......"
Cantik mana coba Ulel apa Ubun ?

HARDIK-Nas


"Hey Kamu, Mana PR-nya ?"
"Bodoh Kamu !!! begitu saja tidak bisa"
"Sana Bekerja !!!"

Eits, bukan itu maksud dari HARDIK-Nas di atas, tapi bahwa hari ini, sekarang adalah tanggal 2 Mei bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional dari Bangsa kita tercinta Republik Indonesia.

"Kalo di atas itu Menghardik ya anak-anak". Begitu Bu Guru Titin menjelaskan.

Dulu pada masa sekolah kita, menjelang hari besar ini kita disibukan dengan acara PORSENI, lomba cerdas cermat, olahraga dan lain-lain.
Namun sekarang seperti Hari-Hari besar lainnya, seolah jiwa dan semangat untuk perayaan cinta tanah air tidaklah semeriah masa-masa sebelumnya. Bahkan ketika pada Hari proklamasi Bangsa kita ini sekalipun pada setiap tanggal 17 Agustus.

Pagi ini acara sebuah radio menyiarkan cerita tentang bagaimana pahitnya seorang anak jalanan yang ditinggal oleh ayahnya masuk penjara dan sang ibu pergi untuk menikah lagi, dalam menempuh pendidikan dasarnya. Dia si "Yanto", selepas sekolah di sebuah SMP negeri haruslah menjalankan profesi sebagai pengamen jalanan demi untuk menafkahi hidupnya dan juga membiayai sekolahnya.

Bukan ! Bukan ! Bukan !
Bukan kepahitan itu yang akan saya bicarakan tapi response dari para pendengar yang kemudian yang akan saya angkat sebagai issue. Beberapa telepon masuk sebagai response dari rasa toleransi masyarakat kita terhadap masalah ini ;
Pak Andi menawarkan diri untuk membiayai pendidikan si Yanto hingga SMA
Bu Lusi menawarkan untuk menjadi orang tua asuh untuk pendidikan si Yanto
Pak Gandhi menwarkan Yanto untuk menjadi anak angkat
Pak Yusuf bahkan menawarkan untuk mengadopsi Yanto.

Seolah semua orang serta-merta menunjukan ibanya dan rasa prihatinnya. Begitu mudah bangsa ini tersentuh hatinya untuk rasa perih dan duka yang melanda.

Sementara dalam waktu bersamaan, 2 orang cukup usia (sudah tua malahan) sedang saling menghardik satu dengan yang lain, hanya karena satu orang si penyebrang jalan merasa sebagai kaum lemah harusnya mendapatkan prioritas dalam menyebrang jalan ketimbang membiarkan pengendara mobil yang lewat, walaupun sipenyebrang tahu dia melakukan kesalahan dengan menyebrang tidak pada tempatnya seperti di zebra cross (ini artinya bukan tempat menyebran kuda zebra loh?) atau jembatan penyebrangan. Sementara si Pengemudi mobil menghardik balik dengan kerasnya karena menganggap bodoh si penyebrang melintas jalan di jalur cepat Kuningan.

Saya hanya bisa tertegun, dan bertanya dalam hati mengapa bangsa ini begitu mudah menunjukan rasa terharu dan juga sebaliknya mudah dalam melakukan agresi emosional terhadap satu dengan yang lain ?
Padahal kedua tindakan tersebut adalah merupakan aktifitas yang saling bertolak belakang, walaupun didasarkan pada emosi manusia. Yang satu emosi positif dan yang satunya emosi negatif.

Itulah mungkin, mengapa HARDIK-nas di masa lalu sudah dirubah menjadi HARPENNAS (kata isteri saya loh). Tapi whatever the name-nya toh kurikulumnya sampai saat ini tidaklah pernah berubah secara mendasar. Bahwa dahulu kita merasakan betapa pintarnya teman kami si "Itu" untuk mendapat nilai A selalu di setiap mata kuliah dan ujian, sementara si "Ini" selalu ngos-ngosan untuk mendapat nilai C. Namun pada saatnya bekerja, ternyata si nilai C bisa jauh lebih sukses dari takaran karir profesional dibandingkan dengan si nilai A. Inilah fakta system pendidikan di Negara kita bahwa nilai A bukan berarti kehebatan tolok ukur sebuah kepahaman pengetahuan yang dipelajarinya untuk diaplikasikan di dunia kerja atau dunia nyata. Lha wong nyambungin dari bab satu ke bab dua aja bingung kok, apalagi di suruh memahami seluruh buku dan mata pelajaran untuk diambil sarinya dan kemudian di aplikasikan dalam dunia kerja, tentu repot (apalagi bagi saya yang hanya sebagai siswa yang begitulah apa adanya).

Pertanyaannya, apakah dengan mengganti nama dari HARDIK-Nas menjadi HARPENNAS, apakah kemudian sudah tercipta masyarakat yang madani ? (Lha bahkan Madani itu juga apa, ya nggak tahu yah ?)

Sudahkah, dana kompensasi BBM untuk pendidikan dasar gratis terealisir ?
Wallahualam...... kalo memang pun belum semoga ada alasan yang barokah untuk keterlambatan pemenuhan janji itu.

salam
h@di tea EUY!!!