HK is for Hadi Kuncoro

My photo
A Friend, Husband & Father! Time is always change and so does the world! House of Changes by HK is there to partner with you to share, brainstorm and dreams. We build a new pardigm for a better life and society. I do invite you to encourage ourself to lead the changes! Hadi Kuncoro

Tuesday, May 03, 2005

Bersakit-sakit Dahulu Tercengang Kemudian


"Berapa Sus semuanya ?"
"Enam ratus enam puluh tujuh ribu rupiah Pak" begitu jawab suster
"Alah siah mahal pisan... apa aja itu teh ?" masih belum percaya karena minggu kemarin hanya habis sekitar tiga ratus ribuan
"Copot dan pasang, trus harga alat dan obat-obatan" Papar suster yang baik hati itu
"Huaaa, pake acara copot dan pasang segala harga break down-nya yah ?
"Iya Pak"
"Motor saya kalo lagi service harga bongkar sudah dengan harga pasang loh" sambil menyodorkan kartu hutang ajaib saya dengan enggan
"Lho inikan poliklinik kebidanan Pak, bukan bengkel" tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gemulai

Begitulah sering kita terperanjat manakala kita berurusan dengan bayar membayar di rumah sakit atau di dokter. Tapi bukan mahalnya biaya kesehatan yang akan saya ungkapkan di sini tapi tata laksana dokter dalam berhitung bisnis.

Di atas adalah ilustrasi tatacara perhitungan biaya memasang alat kontrasepsi berupa spiral atau we called it with IUD (Ikune Ucul Dadi : alatnya lepas pasti jadi; Red). Hanya karena rahim seorang wanita menolaknya atau mungkin juga karena cara memasangnya yang salah kemudian dokter menyatakan :
"Aduh ini gagal nih, harus di ulang lagi atau mau istirahat dulu ?"
"Maksud dokter bagaimana ?"
"Iya pemasangan minggu lalu spiralnya sudah tidak pada tempatnya dan gagal" begitu jawab sang Bu dokter.
"Trus harus bagaimana dokter ?"
"Ya di lepas dan dipasang yang baru"
"Euleuh siah..."

Break down reciept menunjukan :
Jasa dokter melepas : 200 ribu
Jasa dokter memasang : 200 ribu
Alat KB-nya : Tidak sampai 100 ribu
Obat-obatan : Tidak sampai 100 ribu
Service charge rumah sakit : tidak sampai 100 ribu
sisanya obat-obtan bebas lainnya.

Beberapa bulan yang lalu di rumah sakit yang sama, dibagian poliklinik gigi. Setiap minggu aku harus bolak-balik karena gigi sebagai obyek pencabutan ditumbuhi polip, thus menurut anjuran dokter gigi yang genit itu polipnya harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara di suntik sebelum dilakukan pencabutan. Berulang hingga 4 kali, tapi sangat menakjubkan, kali ini dokternya geulis, eh.... baik ding. Memberikan gratis tanpa bayar untuk pertemuan ke 3 pada post jasa dokter specialist, tapi karena saya berminat untuk membersihkan gigi maka break down-nya menjadi :
jasa dokter specialist gratis
kerik gigi kiri atas nomer 3, 40 ribu
kerik gigi atas nomer 2, 40 ribu dan seterusnya hingga total menjadi 400 ribu lebih.

Kalo memang tata cara perhitungan biayanya akan selalu menjadi begitu, yang kaya raya adalah mungkin dokter kulit dan kelamin, pasti break downnya adalah
jerawat Dim 2 mm di atas kening 10 ribu
jerawat Dim 1 mm di bawah bibir 10 ribu
kutil di atas alis 3 X 25 ribu
bintik di mata kiri 2 X 30 ribu (itu mah ke dokter mata seharusnya, karena pasti bintitan)
ngelupasin kulit mati 5 ribu per mm persegi
komedo di hidung 20 X 7 ribu, belum komedo ditempat lain
scrub seluruh wajah 250 ribu
ngelap kering wajah 100 ribu
dan seterusnya hingga bergulung-gulung calculation roll sheet dari cashier machine.

Mari kita berandai-andai bahwa pelayanan jasa kesehatan ini bisa seterbuka dan se-fair dalam persaingan bisnisnya. Misalnya dengan cara setiap rumah sakit harus memampangkan seluruh harga services dan handling kesehatan bagi pasiennya seperti layaknya di warung makan pinggir jalan, sehingga pasien bisa mencatat dan membandingkan dengan rumah sakit sebelah untuk mendapatkan efective price. Atau bahwa rumah sakit atau dokter harus mau mengirimkan quotation ke setiap pasiennya sebelum pasien itu memutuskan rumah sakit atau dokter mana yang akan dipilih.

Toh, sebetulnya jasa dokter itu menurut saya tidaklah berbeda dengan jasa montir di bengkel. Yang membedakan keduanya menurut temen saya Priyadi, bahwa kalo dokter mereparasi pasiennya dalam kondisi hidup sementara montir meraparasi motornya dalam kondisi mesin mati.
Kalo memang dokter selama reparasi itu bisa melakukannya dalam kondisi mati, mungkin bisnis dokter bisa ditingkatkan ke level mass production dengan system kanban atau ban berjalan..... huh...non sense.

Moral message dari tulisan ini adalah Mari kita hidup sehat, karena sakit itu mahal.

salam
h@di tea EUY!!!

No comments: