+ " Hiiy...jijik... Ayamkan suka makan makanan yang gak jelaskan Yah?"
- "Maksudnya ?" begitu aku bertanya balik pada pertanyaan yang terlontar dari anakku yang sedang hendak menyantap ayam goreng Ny. Suharti
+ "Iya maksudnya aku, bisa ajakan ayam makan makanan yang haram" papar anakku yang memiliki tingkat kritis melebihi anak seusianya
- "Bisa juga apalagi ayam kampung yang bebas berkeliaran"
+ "Berarti daging ayamnya yang Urel makan juga haram dong Yah ?" tanya anaku lebih lanjut
Tertegun aku menyimak balik percakapan dengan Putri semata wayangku, Aurelia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan semakin sering terlontar dari seorang Manusia kecil yang sedang tumbuh dan mengenal dunia nyata ini, yang kadang-kadang kita sebagai orang tua menjadi gelagapan dan tergopoh untuk menjawab pertanyaan yang biasanya kita anggap sederhana dan tak terduga tersebut.
+ "Bunda, Nabi Adam dan Siti Hawa kulitnya warnanya apa Bun ?" suatu sore di acara nonton televisi bersama antara isteri dan anakku yang sedang menayangkan tayangan agama bercerita tentang kelahiran manusia ke dunia.
- "Mungkin sama dengan warna kulitmu sayang" begitu jawab Isteriku walau dia sendiri terlihat tidak yakin kebenaran jawabannya
+ "Akukan kulitnya berwarna coklat, tapi kenapa Oom Samuel kulitnya berwarna Hitam trus Tante Lindsey kulitnya berwarna putih?" begitu pertanyaan lanjutan spontan anakku yang mempertanyakan temen-teman keluarga kami yang berasal dari beberapa ras.
- "Wah, iya kenapa yah ? Bunda sendiri belum tahu jawabannya Sayang, Maap yah" jawab Isteriku pasrah
+ "Yaaah..." Aurel terlihat cukup kecewa
- "Bunda janji nanti kita sama-sama tanya Ayah, mungkin Ayah tahu jawabannya" Begitu papar isteriku mencoba meredam kekecewaan Putri tunggalnya itu.
Pada saat mendapat kesempatan isteriku langsung mencari handphonenya dan memberitahu akan pertanyaan tersebut untuk segera dicarikan jawabannya sebelum aku pulang ke rumah.
Demikian ilustrasi yang bisa aku bayangkan pada anakku suatu saat nanti dia tumbuh dan memulai interaksinya dengan dunia nyata, siapkah aku sebagai orang tua ? Harus !!!
Karena aku dan isteriku tidak menginginkan feudalism education system (sistem pendidikan jaman Kumpeni) seperti layaknya orang-orang tua kita dahulu kala menerapkannya kepada kita di masa kecil.
Berbahagialah anda yang memiliki buah hati yang memiliki tingkat kritis yang baik, karena itu merupakan cerminan wawasan yang sedang terbentuk didalam dirinya. Saat ini aku sudah melihat tingkat kritis dan cerewetnya dari anakku tercinta, dan melihat itu semua aku selalu tersenyum dan tersadar bahwa itu adalah buah diferensial alias turunan dari karakter orang tuanya masing-masing.
Mungkin beginilah komentar dari teman-temannya nanti melihat kebawelan dan kekritisan anakku di lingkungan bermainnya :
"Pantes aja begitu, lha Bapaknya tukang protes trus ketambah Ibunya pun dari Batak, wah lengkap sudah".
Alhamdulillah, itulah karunia Illahi selanjutnya terserah kami untuk mengikhtiari agar semua potensi tersebut menjadikan hasil yang positif dan barokah untuk kita semua.
Apa pengalaman kalian dengan anak-anakmu tercinta ?
dan jangan lupa bantu aku untuk menjawab dua pertanyaan di atas yah...
salam
h@di tea EUY!!!