Suatu malam menjelang tengah malam, kemudian aku ditelponi kawan kecilku yang ingin menyampaikan curahan hatinya dalam permsalahan hidup rumah tangga bersama suaminya. Sebetulnya cukup lama kami tidak pernah berhubungan selepas dari masa kelulusan sekolah dulu, namun waktu sekolah dulu kami adalah satu gank yang kalo kata anak saya sekarang adalah BFF (Best Friend Forever). Dan. Teakhir bertemu adalah pada saat menghadiri pernikahannya dengan suaminya itu.
Pernikahan yang begitu sangat megah dan membanggakan itu menjadi sangat luar biasa dibandingkan dengan prosesi pernikahan aku bersama bundaku tercinta. Banyak undangan mulai dari kalangan tokoh masyarakat, pejabat yang menjadi rekanan orang tua kedua mempelai hingga rekan-rekan sejawat dari sang pengantin. Semua dari kami melihat momentum tersebuit bagaikan cerita puteri dan pangeran dari kerajaan impian. Hampir semua berdecak kagum dan merasa ngiri atas apa yang terlihat.
Sejenak setelah menerima curhatan BFF-ku ini, tertegunlah aku mensyukuri atas apa yang aku miliki bersama bundaku. Ya, kami merangkai perjalanan proses pernikahan ini hanyalah dengan cara sederhana yaitu dengan cara menjalin kecintaan dan kerjasama, mendahulukan kepentingan bersama, ketentraman hubungan rohani yang mulia dan keterikatan jasad/fisik yang disyari’atkan.
Kami, bahkan tak mengerti apa yang sering disebut banyak orang ketika memberikan ucapan selamat dalam menghadiri undangan pernikahaan “Selamat ya, semoga pernikahannya menjadi keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah!”
Dan bagi kami Pernikahan adalah benteng yang dapat menekan kejalangan nafsu seksual dan menghalangi kami dari keterjerumusan ke dalam lubang-lubang maksiat.
Kembali pada SAMARA (Sakinah Mawaddah Rahmah), yang Kami fahami hanyalah sebatas arti dari Sakinah yang berarti kedamaian, ketentraman, ketenangan, kebahagiaan.Kata mawaddah berarti kasih sayang, dan Rahmah, kelembutan hati dan perasaan empati yang mendorong seseorang melakukan kebaikan kepada pihak lain yang patut dikasihi dan disayangi. (disarikan dari beberapa sumber yang pernah aku pelajari)
Yang menjadi seringnya permasalahn muncul dalam hubungan suami ister atau kekasih adalah keinginan menyamakan dari dua yang berbeda. Ya, Tuhan menciptakan segalanya dalam bentuk berpasang-pasangan (bisa diartikan menjadi berbeda-beda). Akan sangat berat ketika sebuah pasangan yang jelas-jelas berbeda ingin menyamakan segalanya pada satu sisi keinginan dari pasangannya yang lebih dominan. Pastilah tak akan berhasil.
Ingat, berpasangan artinya berbeda seperti layaknya pria dan wanita adalah mahluk yang berbeda dari segala aspek : fisik, psikologis, alamiah dan lainnya. Bahkan suatu saat lalu bersama kawan-kawan sekantor, aku pernah membincangkan apa aja sih yang membedakan pria dari wanita dan beginilah serunya perbincangan itu :
Si Mar bilang “Laki itu “Bangun”nya kalo pas pagi, tapi wanita kalo pagi dasteran”
Si Pur manimpali “Perempuan itu menyusui sampe umur dua tahun saja, kalo Laki maunya sampe pipi kempot aja masih nyusu...”
Si Tus langsung nyamber “Perempuan itu cek kedokter kalo telat, tapi kalo laki cek kedokter kalo kecepetan....”
Ah ternyata temen-temenku di kantor itu gelo semua, otaknya perlu di cuci... dan gilanya temenku ini semuanya perempuan loh.
Salam ti Si Hadi Tea Euy
Selamat weekend kawan!
Selamat weekend kawan!