"Aduuh... si Ade (panggilan masa kecilku) sudah besar ya sekarang ?" Jemputan sapa dari sang "tante" (anaknya adiknya nenek dari ibuku) manakala kami bersilaturahmi di hari kedua Lebaran disekitaran tahun 80-an awal (waktu itu aku masih imut-imut toh).
Di atas salah satu kegaringan yang selalu muncul manakala kita berkunjung bersilaturahmi di seputaran Hari Raya Lebaran, dan pada saatnya dulu aku masih kecil sering aku sebel dan merasa tidak nyaman karenanya. Aku yakin bahwa ketika sekarang aku sudah memiliki anak, sebisa mungkin untuk tidak menerapkan kegaringan yang dulu pernah orang tuaku lakukan, Seperti :
Beberapa hari menjelang mudik aku dipaksa untuk bercukur rambut dan yang bikin sebel adalah ditemani dan ditungguin oleh Ayahku atau Ibuku langsung, padahal biasanya paling dianter pembantu. Yang parah adalah kalo ditungguin ayah, maka model potongan akan disesuaikan dengan selera beliau yang bergaya tentara-tentaraan (padahal ayahku bukan seorang tentara loh).
Kejadian yang juga menyebalkan dialami oleh kakakku persis (beda satu tahun, jadi masih sama-sama kecil umur 6-7 tahun lah), kegaringan mulai dari sejak pakaian. Menjelang lebaran ibu selalu beli baju lebaran yang timingnya mepet ke lebaran dan most probably model yang dipilih adalah pakaian yang berenda dan berumbai-rumbai apesnya karena waktu belinya mepet, so tak sempatlah untuk kemudian dicucikan atau diloundry. Apa yang bakal terjadi ? yup !! gatel karena rendaannya. Kemudian memasuki ke tahap Hari H Lebaran dan bersiap-siap untuk bersilaturahmi, dijamin itu rambut pasti dikepang atau dibuntut kuda dengan ketat dan ngepres sekali yang pasti sangat menyakitkan di rambut kakakku. Berikutnya adalah masa bertandang ke rumah sanak famili yang kebetulan sudah agak lama tak pernah bertemu, kejadian garing berikutnya adalah :
"Aduuuhh... Si Teteh (panggilan kecil kakakku) udah besar sekarang yah ?" Si teteh mah mesem-mesem aja nggak karuan sambil lendot-lendotan di tangan ibuku
"Padahal seingat Tante baru kemaren Tante nimang-nimang dan gendong-gendong..bla..bla..bla... " Begitulah kicau standard sang Tante pada saat menyambut keluarga kami (gue mah dicuekin, abis gue kan anaknya tidak eye catching hehehe ini garing banget!) memasuki ruang keluarganya yang gedong itu dan tak lupa aksi cubitan gemas dipipi (lebih tepat diuwel-uwel pipinya) sebagai tambahan expresi kebahagian dalam menyambut silaturahmi tersebut.
Memasuki tahapan makanan santapan ketika bertandang, yang pasti makanannya ya begitu-begitu saja hampir semua menu layaknya di sebuah negara sosialis komunis yang sama rata sama rasa. Menu yang hampir di semua rumah bisa ditemui adalah ketupat, opor, sambel goreng, goreng kacang, dan syrupnya pasti itu-itu aja rasanya.
Acara maap-maapan tak kalah garingnya, karena sebuah formalisasi di keluarga besar maka siapapun yang kita temui wajib kita untuk menyalaminya dan pake acara cium tangan pula. Padahal kalo difikir-fikir kita nggak tahu siapa mereka. But any way, apapun kegaringan yang pernah dulu kita rasakan dimasa kita kecil, Lebaran harus tetap kita jalankan sesuai dengan syariat dan akidahnya serta norma adat budayanya. Karena Lebaran adalah makna hakikat kehidupan manusia, yang berkewajiban untuk dapat mengharmonisasikan antara Hablum minallah dan Hablum minanas. Dan aku akan mengajarkan terus pada keturunan-keturunanku dengan eleminasi kegaringan buat sang buah hati tentunya.
Sambil bernostalgia, apalagi yah yang garing yang pernah kalian alami di masa kecil dulu pada saat lebaran tiba ? Yok sharing yok !
Menjelang Hari Raya Kemenangan, Saya pribadi dan Keluarga mengucapkan :
Minal Aidin Walfaidzin, Mohon Maap Lahir dan Bathin.
Selamat Mudik dan berlibur panjang di kampung halaman dan kembali dengan wacana baru. Amin ya Robbal alamin.
h@di, Yosie and Aurel tea EUY!!!